Wednesday 25 March 2009

Kembalikan Budaya Oadatan

Catatan HUT ke-55 Bolmong

By. Ronald Mokoginta


Tidak terasa Bolaang Mongondow sudah berusia 55 tahun. Bila ditarik ke belakang, penduduk Bolaang Mongondow sebenarnya berasal dari keturunan Gumalangit dan Tendeduata, serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat. Setelah zaman berganti, dari daerah kerajaan, 23 Maret 1954 Bolmong resmi menjadi daerah otonom, lewat PP 24 tahun 1954. Seiring dengan perputaran waktu: orde lama, orde baru, orde reformasi, hingga kini otonomi daerah, Bolmong sudah mekar menjadi 5 kabupaten/kota: Bolmong, Bolmut, Kota Kotamobagu, Bolsel, dan Boltim. 
Namun teringat dengan berbagai cerita orang tua dulu, Kotamobagu (KK) merupakan pusat pemerintahan kerajaan sebelum Bolaang yang merupakan tempat kedudukan istana raja. Sejak UU Mokoagow diangkat sebagai bupati Bolmong (1972) simbol kerajaan dan tempat muasyawarah para raja dipelihara. Seperti tempat tinggal raja di kawasan Perkantoran Camat Kotamobagu Timur (Kotobangon), serta rumah adat raja yang sekarang dinamakan Gedung Bobakidan.
Namun, sayang berbagai peninggalan yang ada di tempat-tempat itu hilang entah kemana: pakaian adat dan seluruh pernak-pernik kerajaan amblas. Padahal, dari pernak pernik itu ada simbol-simbol eks swapraja. Bahkan simbol kerajaan tidak tampak di Bolmong, padahal sejak Datu Mokodoludut, raja pertama Mongondow sudah mengajarkan kebersamaan dan kekeluargaan. Zaman Tadohe yang tidak terlepas pada ajaran Kinalang (pemerintahan) dan Paloko’ (rakyat).
Kini untuk membangun simbol-simbol kejayaan kerajaan itu, harus dilakukan mulai sekarang. Jangan sampai leluhur akan marah karena peninggalan mereka sudah habis. Satu kalimat yang pas adalah: “kembalikan adat bo oadatan”. Bila perlu ada peraturan daerah (hukum lokal) tentang lembaga adat.

Kemeriahan peryaan HUT tidak menjadi ukuran, tetapi yang terpenting adalah para elit harus satu ide Motobatu’, Molintak Kon Totabuan (bersatu mengangkat dan meningkatkan pembangunan tanah leluhur). 5 pimpinan Bolmong Bersatu selalu tetap mengakar pada semboyan mototompian (saling memperbaiki), mototabian (saling mengasihi), bo mototanoban (saling merindukan) Juga mooaheran (hidup bertoleransi), mobobangkalan (saling menyegani) dan mooadatan (saling menghargai dan menghormati adat istiadat). Dirgahayu Bolmong, semoga tetap jaya. 

Sumber: mdopost.com

Saturday 14 March 2009

Kaligrafi Huruf Arab di Bumi Totabuan

Kemajuan teknologi sekarang ini terutama teknologi penginderaan jarak jauh (dari satelit) sudah semakin canggih. Demikian pula teknologi internet dengan jaringan yang tak terbatas memudahkan orang untuk mendapatkan berbagai informasi yang diinginkan. Pada suatu sore di awal tahun 2008, saat sedang asik berselancar ria dengan laptopku yang saat itu sudah diinstall software Google Earth versi terbaru. Saat itu aku iseng-iseng mencoba untuk membuka foto/peta satelit wilayah Bolaang Mongondow dan sekitarnya. Tampak foto/peta Kotamobagu belum aktif dan masih tampak kabur, sehingga aku menggeser kursor peta ke wilayah timur...tapi alangkah terkejutnya karena yang tampak padaku adalah sebuah hal yang menurutku sangat luar biasa. Betapa tidak, tampak di foto/peta wilayah pertambangan PT. Avocet di sebelahnya ada jalan perusahaan tambang yang membentuk kaligrafi dalam huruf Arab (menurutku Kaligrafi kata Allah dan Muhammad). Awalnya saya tidak yakin dan mencoba men-zoom foto/peta tersebut agar tampak lebih besar dan jelas. Inilah kelebihan teknologi...dengan teknologi ini ditunjukkan pada kita betapa besar kekuasaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Setiap kali aku lihat semakin jelas kaligrafi tersebut. Agar tidak penasaran kepada para pembaca kutampilkan disini foto-foto hasil pencarianku di Google Earth tersebut. Namun ini hanyalah sekedar informasi...terserah bagaimana penilaian masing-masing orang dalam menafsirkannya. Wallahualam...

Gambar 1

Terlihat masih samar-samar gambar ini dari ketinggian 10 km, sebelah kiri atas adalah Bongkudai sedangkan PT. Avocet ada di sebelah kanan

Gambar 2

Gambar  ini dari ketinggian 6,29 km adalah wilayah pertambangan PT. Avocet di Kecamatan Modayag kaligrafinya belum begitu jelas (di bagian bawah kiri Base Camp PT. Avocet)

Gambar 3

Gambar ini dari ketinggian 3,62 km, mulai tampak bentuk kaligrafinya pada bagian bawah kiri base camp       PT. Avocet

Gambar 4

Gambar ini dari ketiggian 2,32 km, semakin jelas kaligrafinya di bagian kiri bawah. Bagian atasnya adalah wilayah base camp tambang PT. Avocet

Gambar 5

Gambar ini dari ketinggian 1,38 km, sudah tampak kaligrafinya membentuk kata"Allah" dan "Muhammad" dalam bahasa Arab...lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 6

Gambar ini adalah gambar yang sama dengan gambar di atas, hanya saya beri tambahan penjelasan tentang letak kaligrafinya. Tulisan warna merah adalah bentuk yang saya ikuti dari bentuk kalifrafi di atasnya. Pada bagian atas kanan adalah base camp perusahaan tambang PT. Avocet Bolaang Mongondow. Jika ingin melihat sendiri dengan Google Earth catat/ingat posisi koordinatnya dapat dilihat pada sudut kiri bawah gambar. 

By. Deddy Damopolii

About WOC 2009 and Bolaang Mongondow

North Sulawesi was established on 23 september 1964. First Governor of North Sulawesi is Mr. Arnold Baramuli. Until 2003, North Sulawesi consist of 2 cities and 3 regencies. They are Manado and Bitung cities also Minahasa, Bolaang Mongondow and Sangihe Talaud regencies. Nowdays, North Sulawesi consist of 4 cities they are, Manado, Tomohon, Bitung, and Kotamobagu also Minahasa, Minahasa utara, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow Selatan, Sangihe, Talaud and Sitaro. North Sulawesi is one of the 32 provinces in the Republic of Indonesia, with its capital city being Manado. This region with an area of 1,533,698 ha is located at 0º30"- 4º 3" North Latitude and 121º127" East Longitude. Based on the regional government system, North Sulawesi is subdivided into the Manado Municipality, Bolaang Mongondow District, Sangihe Talaud District and Bitung Municipality. To the North this region borders on the Republic of the Philippines, Sulawesi Sea and the Pacific Ocean. The Eastern part is on the Maluku Sea and the Southern side is the Tomini Gulf. The western part borders Gorontalo Province which until the end of 2000 was a part of North Sulawesi and then became an own province.


The terrain is extremely mountainous and hilly, stretching from Lembean - Wulur Mahatus mountain chain (in Minahasa) continuing to Mount Ambang- Mount Gambuta (in Bolaang Mongondow). In Sangihe Talaud there are both active and extinct volcanoes, some towering 1,800 - 2,000 meters. Rich volcanic ash has blessed North Sulawesi with fertile lands; the highlands and lowlands producing rice, coconut, clove, nutmeg, vanilla and vegetables. The plains produce rice and corn in Dumoga, Ayong and Sangkub (Bolaang Mongondow). Plateaus in Tondano (Minahasa) also produce rice and corn, while Modoinding is know for its vegetables. Sangihe Talaud is recognized for its high quality nutmeg and Rumbia Trees (Sago Palm the source of a special flour for traditional cookies/snack). North Sulawesi is also endowed with many lakes like Lake Tondano and Lake Moat. The rivers like Ongkag Mongondow, Ongkag Dumoga, Sungai Sangkub, Randangan, Bulia and others are utilized mostly for irrigation of the ricefields. The Tondano River is used to generate electrical power for Manado and Minahasa regions. 


Like other regions in Indonesia, North Sulawesi has a typical equatorial climate with two seasons: rainy and dry. Starting in September, cool Northwesterly winds pick up moisture while crossing the South China Sea and arrive in the Sulawesi Sea, about November. The wet season lasts from about November to March, and the dry season April to October. The total number of rain days is 90-130 days with approximately 3.000 mm average annual rainfall. The average temperature is 26 Celsius with the average humidity being 80%. The great 19th century naturalist, Alfred Russel Wallace (1823-1913) was the first to observe that the Indonesia archipelago is inhabited by two distinct sets of wildlife. Wallace's Line, as this boundary is still known, is drawn between Bali and Lombok and between Kalimantan and Sulawesi, and continues South of the Philippines and North of Hawaii to mark the difference in the fauna and flora which belonged to the separate land masses in the last ice age. Indigenous to Sulawesi are the Anoa (dwarf buffalo), Babi Rusa (a wilds boar with tusks growing through the roof of its mouth), black tailless macaques, kuskus, maleo bird (which incubates its 250 gram eggs in mounds of soil warmed by sunlight, hot springs or volcanic vents), tarsier (tarsius spectrum -world's smallest primate) with its head and body length of just 10 cm, brightly colored Red - knobbed Hornbill, etc. Many of these species may seen in Tangkoko Batuangus Nature Reserve and Bogani Nani Wartabone (formerly known as Dumoga Bone) National Park.

Article Source:   www.woc2009.org/sulut_history.php

Friday 13 March 2009

14 Parpol Terancam Sanksi

Gara-gara Belum Memasukan Laporan Dana Kampanye ke KPU Bolmong 

Swara Kita, Bolmong—KPU Bolmong memang telah menerima nonor rekening dari 34 Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu di daerah ini. Sayangnya, baru 20 parpol yang turut memasukkan dana awal kampanye, dan sementara 14 Parpol lainnya belum memasukkan hingga Kamis (12/3)kemarin. Untuk itu, KPU memberikan toleransi sampai hari Sabtu (14/3) nanti.
“Nomor rekening saja belum cukup, harus dimasukan laporan tentang dana awal kampanye. Jika sampai hari Sabtu pekan ini, masih ada yang tidak memasukkan dana awal kampanye, maka terpaksa kami akan memfinalti. Keikutsertaan mereka di Pemilu 2009 khusus di wilayah Bolmong akan dibatalkan,” tegas Ketua Divisi Hukum dan Kampanye KPU Bolmong, Junius Mokoginta.
Dikatakan, nomor rekening dan dana awal kampanye setiap parpol akan disusun oleh KPU, kemudian dilaporkan kepada KPU pusat pekan depan.
Sementara itu, dari data 20 parpol yang telah memasukkan dana awal kampanye, PKS Bolmong memiliki dana terbesar yakni Rp 8.670.000. Sedangkan Parpol pemilik dana kampanye yang paling sedikit adalah Partai Patriot dengan hanya Rp 50 ribu. Bahkan partai milik Presiden SBY saja, Partai Demokrat, hanya memiliki dana Rp 300 ribu.

Ironinya, tiga parpoil besar di Bolmong yang memiliki fraksi utuh di dewan, masing-masing Partai Golkar, PDIP dan PAN, belum kunjung memasukkan dana awal kampanye. Sekretaris DPD PG Bolmong Irwan Thalib SSos, ketika dikonfirmasi me-ngatakan, pihaknya sudah me-nyerahkan itu kepada benda-hara DPD PG Bolmong, Hj Su-mardiah Modeong. “Silahkan tanya saja kepada Bendahara DPD, apakah sudah melaporkan ke KPU atau belum. Setahu ka-mi, soal dana awal kampanye, tidak masalah lagi,” katanya.(esbe)

Sumber: www.swarakita-manado.com, 13 Maret 2009

Persiapan Pemilu

KPU Bolmong Terima 900 Ribu Lembar Kertas Suara 

Swara Kita, Bolmong—Tak kurang dari 915.304 lembar kertas suara tiba di Sekretariat KPU Bolmong, Kamis (12/3). Kertas suara ini selanjutnya akan dibongkar dalam packing-nya untuk kemudian dilipat, dan didistribusikan bersama dengan logistik KPU lainnya, pada H-7 alias tujuh hari sebelum tanggal 9 April 2009. Sembilan ratus ribu lebih kertas suara itu terbagi dalam empat jenis, yakni untuk DPRD kabupaten, DPRD Provinsi, DPR Ri dan DPD. 
Menurut Ketua KPU Bolmong Uyun Pangalima, masding-masing jenis kertas suara itu berjumlah 224.339 lembar, ditambah 2 persen (4487 lembar) sehingga totalnya berjumlah 228.286.
“Perhitungan jumlah kertas suara, termasuk pengecekan yang rusak, akan dilakukan akhir pekan ini, setelah Ketua Divisi Logistik (sebelumnya Pokja Logistik,red) Pak Wayan Tapayusa tiba dari Jakarta,” kata Pangalima.
Jika ditemukan kertas suara yang rusak, lanjut Pangalima, maka KPU Bolmong akan mengajukan permohonan kepada KPU Pusat untuk menggantinya. “Perlu diketahui, bahwa suara suara ini dari Jakarta sampai ke KPU, adalah tanggung jawab dari perusahaan pemenang tender. Jadi kalau ada kerusakan pada perhitungan kami, tetap akan diganti,” kata Pangalima lagi.

Ditambahkan Uyun, masih ada dua jenis logistik pemilu yang tiban di KPU Bolmong pekan ini, yakni bilik suara dan formulir-formulir. “Hasil koordinasinya, esok akan didrop ke KPU Bolmong,” ujarnya.(esbe)

Sumber:  www.swarakita-manado.com, 13 Maret 2009

Bolsel Usul 830 CPNS

Guru dan Tenaga Medis Mendominasi 

Manado Post, Bolsel—Untuk memenuhi kekurangan personil, dalam perekrutan CPNS tahun ini Pemkab Bolmong Selatan mengusulkan 830 orang. Dari Jumlah ini tenaga pendidik yang mendominasi dengan jumlah sekitar 300 orang, dan telah diusulkan ke MenPAN. “Kita sangat kekurangan guru, makanya Bolsel mengusulkan sebanyak itu. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan perhitungan kebutuhan kita,” kata Asisten II Setkab Bolsel Drs Denny Mangala MSi, kemarin.
Selain guru, tenaga medis juga mendapat porsi usulan yang besar, sebanyak 200-an orang. “Yang direkrut akan ditempatkan untuk memperkuat pelayanan di seluruh puskesmas, terutama dokter-nya,” tambah mantan Kabag Pemerintahan Setprov Sulut ini.
Yang dibutuhkan juga, tambah Mangala, adalah lulusan akuntasi untuk tenaga teknis keuangan. “Supaya dari awal sudah tertata baik sistim keuangannya. Kami juga sudah kerjasama dengan BPKP untuk pendampingan,” katanya.

Sementara itu, Penjabat Bupati Bolsel Arudji Mongilong mengungkapkan, pekan depan Pemkab Bolsel akan mengisi jabatan eselon III dan IV yang masih kosong saat ini. “Semua SKPD kami akan isi. Ini agak terlambat karena kami ketat melakukan seleksi pangkat dan golongan calon pejabat yang akan isi jabatan itu,” kata Mongilong didampingi Mangala. (irz)

Sumber: Manado Post, 13 Maret 2009

Produksi Kedele Terancam Turun

Hama Penggerek dan Penyakit Karat Masih Menyerang

Manado Post, Kotamobagu—Petani kedele di Bolmong sedikit was-was produksinya bakal melorot tahun ini. Betapa tidak, belakangan komoditi penghasil protein nabati, itu diserang berbagai hama.
Data dari Dispertanak Bolmong, hama yang sering menyerang itu adalah penggerek batang, hama penggorok polong, hama kepik hijau, dan hama kepik coklat. Tak hanya hama, penyakit karat juga sering dialami tanaman kedele. Penyakit karat ini menyerang permukaan daun dan pinggir daun. “Tanaman akan menjadi kerdil, dan sudah pasti panen akan gagal total,’’ ungkap sejumlah petani kedele di Dumoga Bersatu.
Keluhan petani ini sudah menjadi perhatian Dispertanak Bolmong. Kabid Bina Produksi Tanaman Pangan Holtikultura dan Aneka Tanaman Ir I Ketut Merta mengatakan, selain memberantasan hama, juga petani dibantu melalui penyuluhan soal pola tanam yang benar. “Bila pola tanam baik maka akan mengurangi hama dan penyakit,’’ kata Ketut, kepada Koran ini, kemarin.
Ketut menambahkan, musim tanam yang baik yakni pertengahan Februari hingga pertengahan Maret, pertengahan Juni hingga pertengahan Juli, dan yang terbaik pertengahan Oktober hingga pertengahan November. 

Sementara itu, Kadispertanak Bolmong Ir Hj Channy Wayong mengatakan, selain mengandalkan Bolmong sebagai lumbung beras dan sentra jagung, juga mengembalikan kejayaan kedele, seperti masa dekade 1970-an “Lahan kedele dialihkan ke lahan sawah, apalagi kala itu sudah ada irigasi Toraut dan Kosinggolan,’’ kata Channy, (ald)

Sumber: Manado Post, 13 Maret 2009

About Bolaang Mongondow District

by. Victor Tuuk


Bolaang Mongondow is the name of a district, which covers the highlands & lowlands between Minahassa and Gorontalo. The population is 411,086 (1996). Beside the legend of their origin, Bolaang Mongondow is renowned for their traditional ceremonies, which are unique and impressive and portray the process of human life from birth to adulthood. These celebrations are great tourist attractions that should not be missed. Another cultural attraction is the traditional dances, which have been preserved over time. 

LAKE MOAT 
This tranquil lake, about 23 km from Kotamobagu, is situated in the highlands, 1000 m above sea level, is surrounded by dense forest with abundant bird and animal life. 

MOLOSING INDAH BEACH 
This beach is 50 km from Kotamobagu, offshore from Motabang village on the tiny island of Molosing. This tranquil tropical island is pleasant for swimming, fishing, boating, as well as snorkeling. There is basic accommodation and restaurants. This impressive mountain is reached by passing through the coffee plantations between Modayag and Lake Mooat and is 27 km from Kotamobagu. This nature reserve offers a crater lake, unexplored forest and hot mud pools. 

BOGANI NANI WARTABONE (DUMOGA BONE) NATIONAL PARK 

The National Park, 260 km from Manado, has a land mass of 193,600 ha, altitudes of 200 - 1,968 m and stretches from Dumoga in Bolaang Mongondow to Bone in Gorontalo. Its mountainous terrain and dense vegetation make it an ideal home for maleo birds, anoas, horn-bills, wild pigs, tarsius spectrum and giant fruit bats. Giant fruit bats were a new species discovered in 1992. The major reason for establishing this area as a National Park was to protect the watershed and stop deforestation. The World Bank has lent its support to this program. Much of the forest is at comparatively low attitudes and correspondingly rich in fruit bearing plants and trees, such as wild durians and wild nutmeg.

Article Source:   www.qassia.com/woc-2009-bolaang-mongondow-district

Regency of Bolaang Mongondow : The Birds Are Coming……….


It’s off the beaten track but the Mount Ambang Wildlife Reserve near Kotamobagu is a great place to see and hear some of North Sulawesi’s weird and wonderful wildlife.
The car engine coughs and splutters up the steep road winding out of the dusty market-town of Kotamobagu (the local coffee’s a specialty). Leaving behind the bendis (horse and carts) wobbling around town to be chased by angry, horn tooting bright blue minibuses, we climb and climb and climb.

The heat and dust is swapped for a refreshing breeze and wafts of eastern spice - clove and cinnamon trees spot the landscape - then the car plunges into rainforest. Deep, forest clad gorges line the road until, finally, the hairpin bends easy, stomachs settle, heartbeats subside and you can take a look around. We’ve arrived in Singsingon, the easiest access point to the reserve.

Stepping out of the car it feels cool and the fields of onions, corn and potatoes lend a familiar feel to a stunning landscape. Away in the distance is the smoking Soputan volcano, whilst rising up from the flat fields around the village are the mountains of Ambang.

Calling in at local forest warden Yus’s house, to arrange a guide and to make sure there’s some of that coffee waiting for us when we get back, we set off.

The nice thing about Ambang is there are no steep hills to climb. The footpath to the reserve winds gently uphill, passing through tidy agricultural plots, and the local farmers stop hoeing to stare, smile, and wave. An hour or so brings you into the forest, and the weird noises start.

First there’s the chatter and drone of cicadas and crickets. Then a telephone rings, errr.actually it’s a hair-crested drongo - crazy noise, crazy name, crazy bird. At last - some wildlife!

Next a brass band starts playing. It’s time to look for the wonderful, trumpeting malia, a large, yellow, thrush-like bird. Groups of malia, announce their presence long before becoming visible and their manic calls and energetic actions attract many other species.

Accompanying the brass band is the big bass boom of a hornbill; a whoosh of wings and a pair of these huge fruit chomping monsters is looking down on us from a tall fig tree.

Walking through the reserve along wide, but usually muddy footpaths, can bring encounters with all manner of animals. Birds are easiest to see, but there’s always a chance of bumping into some crested black macaques, big black monkeys that are unique to north Sulawesi, or even - if you’re really lucky - some rarer beasts such as an anoa (a miniature forest-living cow).

Ambang is home to some really rare species, and is a mecca for the wildlife enthusiast. But much of the time things are difficult to see. Remember to be patient, take binoculars, and stick close to your guide - he’ll have eyes like a hawk.

Even if you miss the furry and feathered guys, and chances are they’ll run or fly away just as you spot them (they always do), just enjoy the hike, the forest, the smells, and trying to work out where some of those noises are coming from. The moss and orchid drenched trees, towering ferns, and dizzyingly deep drops to crystal-clear mountain streams - yes, it’s safe to drink - washed in the afternoon sunlight.

Stumbling out onto the Singsingon road again, it’s a few strides before our legs stop shaking and get used to the flat. Back to Yus’s for that coffee, a great selection of local cakes of course, and hoards of noisy, nosy, happy kids. Then down the road again, descending into the dust and warmth of Kota. Bendis are snoozing, even the minibuses have chilled out.

Now, what was the telephone bird again?

The reserve is under the administration of the National Park office in Kotamobagu and visitors must obtain permits from here; the office is out of town in Mongkonai on Jalan AKD, telephone 0434-22548. Kotamobagu is a four-hour drive from Manado. Many of the local travel agencies in Manado could arrange an Ambang trip.

People visiting Ambang will have to be accompanied by a ranger - not only is this advisable given the area’s remoteness, but rangers can also assist with language and organizing food/accommodation close to the site. Daily rates are usually between US$3 and US$5. Check at the park office.

The paths are not too steep, but visitors will probably be walking an 8 km round trip so it’s not for the faint hearted. Wear stout shoes, long trousers and long shirts to combat thorns and nettles. Take a raincoat, better still an umbrella, some water and snacks, and insect repellant. (by Adam J. Fenton)

Bolaang Mongondow Tourism

Before Gorontalo became a separate province, it was the westernmost regency of North Sulawesi. However, that honour now goes to Bolaang Mongondow. It takes around five hours to drive from Manado to Kotamobagu the administrative capital. You can take the coastal road via Inobonto or the winding mountain road via Modoinding, either way the scenery is fantastic.

Geographically dominating the regency, and forming its principle attraction is the Bogani Nani Wartabone National Park (formerly known as Dumoga Bone). It is here in this huge sprawling park of 300,000 hectares that you may encounter, with patience, some of Sulawesi’s fascinating endemic wildlife. Volumes can and have been written about Sulawesi’s strange and unique species of wildlife. Most notable of which are the peculiar mammals such as the babirusa or “pigdeer” which is found nowhere else in the world, and is distinguished by its horn-like tusks which grow upward from the top jaw piercing the layer of skin and curl around in front of the eyes. Its now unfortunately uncommon to see a wild babirusa, and takes, were told, at least one or two weeks in the forest to track one down. Likewise, the Maleo bird, a fowl which lays an egg eight times the size of a chickens egg into warm volcanic soils to incubate it, is also rarely seen near here, but there are two major nesting sites near Tambun and Tumokang where you can see maleos and their chicks up close. Commonly seen here are the redknobbed hornbill a species peculiar to Sulawesi, and the Tarsius Spectrum, the worlds smallest primate, a gremlin-like creature about the size of a softball with huge eyes and ears who comes out at dusk to feed on insects.

In 1985, over 200 scientists involved the Wallacea project, the largest entomological expedition ever mounted, had their basecamp and laboratory at the park headquarters at Toraut near the village of Doloduo, about 50 km west of Kotamobagu. Today visitors can use these facilities with double rooms for only a nominal sum per night. Its pretty quiet here, but the food is good, and you can do as much hiking in the forest as you want. The attendants here will arrange for guides, and there are many day-long excursions including one to a waterfall. On your way back to Manado, you may want to test your mettle with an ascent of magnificent Gunung Ambang. At a moderate height of 1100 metres it takes a couple of hours at a leisurely pace reach the crater where you can explore the steaming fumeroles and the sulfurous moonlike environment.
A short drive from Ambang are lakes Tondok and Mooat, both of which are picturesque and easily accessible as the road runs right past them and they make delightful place to stop for lunch or a refreshing snack.

Article Source:  www.indonesia-tourism.com/news/2006/05/10/the-birds-are-coming

Lowongan Kerja di PT. Avocet Bolaang Mongondow

Mining Job Vacancy

PT. Avocet Bolaang Mongondow; Mining & Civil Engineers

VACANCY

PT. Avocet Bolaang Mongondow, a gold mining company in Bolaang Mongondow, North Sulawesi is inviting qualified candidates to fill in the position of:

Mining & Civil Engineers

Requirement :
• Able to work as part of a large pro-active team.
• English proficiency both written and spoken is considered as necessary.
• Possess strong leadership skills and computer literate.
• Capable of supervising equipment movement over multiple projects and two open cuts.
• Tertiary degree (Sarjana) in Mining or Civil Engineering with at least 5 years experience in mine technical engineering.

Single accommodation is offered at North Lanut Site Camp, Bolaang Mongondow – North Sulawesi with attractive salary and medical benefits to the successful candidate.

Potential candidates are expected to send application to:

PT. Avocet Bolaang Mongondow
Jl. Kol. Sugiono No. 24, Kotabangun
Kotamobagu, Kab. Bolaang Mongondow
Sulawesi Utara

Or
Email: hrd@avocet.co.id
Subject : Mining & Civil Engineer

Expiry date: March 26, 2009
Your application will be treated confidentially. Only short listed candidates will be contacted.

Oknum Sat Pol PP Tendang Wartawan

Kotamobagu, HARIAN KOMENTAR
Masih ingat insiden pemukulan wartawan oleh oknum pejabat Bolmong beberapa waktu lalu? Kini hal serupa kembali terjadi di lingkungan Pemkot KK. Ironisnya, peristiwa itu terjadi di hadapan Asisten I Pemkot KK Mustafa Limbalo. Seorang oknum Sat Pol PP Donny Damopolii, dengan lancang menendang wartawan Harian Metro Mohammad Nasaru.
Tidak terima diperlakukan kasar, Nasaru akhirnya melaporkan perlakuan wartawan tersebut ke Polres Bolmong.
Ihwalnya, beber Mat, sapaan akrab wartawan ini, ia meminta Donny untuk memindahkan kendaraan lain yang terparkir semrawut dan menghalangi motornya di halaman parkir kantor Pemkot KK. Entah merasa tersinggung, Donny dan Mat sempat terlibat adu mulut, hingga didengar Asis-ten I Mustafa Limbalo yang kebetulan tidak jauh dari lokasi tersebut. 
Dengan maksud melerai keduanya, Limbalo lalu merangkul Mat menuju ke dalam kantor. Namun, tak disangka tiba-tiba Donny melayangkan kaki kanannya dan menendang paha kanan belakang Mat, hingga menyebabkan rasa ngilu. “Kage-kage dia tendang kita pe kaki dari belakang,” kata pria berbadan besar ini saat melaporkan kejadian tersebut di Polres Bolmong. 
Kasat Reskrim AKP Effendy Manoppo ketika dikonfirmasi membenarkan laporan tersebut.
Sementara, Sekkot Kotamobagu, Drs Mohammad Mokoginta baru menerima laporan dari Kepala Sat Poll PP yang mendampingi Donny di ruang pemeriksaan Polres Bolmong, mengatakan hal itu sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan. “Ah, itu hal sepele kok, kan bisa bicarakan bersama. Saya dengar itu sudah diselesaikan,” jawabnya enteng. 

Di sisi lain, Sekretaris PWI Bol-mong Sugianto Babay mengecam ke-ras atas perbuatan yang tidak sepatutnya itu. Pihaknya tetap akan mengawal proses hukum yang sedang berjalan. “Kalau permohonan maaf itu wajar saja, tapi tidak menghambat proses hukum yang sedang berjalan,” tukas Babay saat ditemui di Mapolres Bolmong seraya meminta kepada Pemkot KK untuk memecat oknum Sat Pol PP tersebut.(fai)

Sumber: Harian Komentar, 13 Maret 2009

Pleno KPUD, Kotamobagu Ricuh

Kotamobagu, HARIAN KOMENTAR
Rapat pleno KPUD KK hasil penghitungan suara Pemilu Le-gislatif 2009 berbuntut Kotamo-bagu ricuh. Ratusan warga be-runjuk rasa memprotes keputu-san pleno tersebut. Warga dan polisi pun terlibat bentrok di Ja-lan Adampe Dolot, Kamis (12/03).
Adu fisik dan aksi pelemparan terhadap puluhan aparat Polres Bolmong tersebut merupakan simulasi yang dilakoni jajaran Polres Bolmong dan Brimobda guna mengamankan Pemilu 9 April mendatang. 
Mulanya, warga yang berdata-ngan dari arah Utara dan Sela-tan, yang pro dan kontra terha-dap hasil keputusan KPUD KK, bertemu pada satu titik di ruas Jalan Adampe Dolot, tepatnya di persimpangan jalan depan Bank Mandiri Kotamobagu. Mengaki-batkan, adu mulut dan aksi lempar massa akhirnya tak terelakkan lagi. Hingga aparat pun turun mengamankan pihak yang bertikai. 
Tidak lama berselang, justru pengamanan aparat tidak berhasil malah kondisinya makin tak ter-kendali dan tambah ricuh. Ditam-bah lagi, puluhan massa mulai berdatangan dari arah barat sambil melakukan pelemparan dan menuju lokasi kericuhan ter-sebut bermula.
“Keputusan KPUD tidak sah dan pemilu harus diulang,” teriak massa dari arah barat.
Situasi semakin tidak terkendali, hingga Polres Bolmong menurun-kan kembali satuan Brimob, juga aparat dari Samapta sebanyak satu pleton. Bunyi tembakan mulai digencarkan untuk membubarkan massa. Satu unit mobil water cannon pun diturunkan me-nyemprot massa hingga massa terpencar dan berlarian meng-hindar.
Menariknya lagi, dalam aksi-nya itu, seorang warga yang belum menyadari aksi simulasi itu, tiba-tiba menyusup ke dalam barisan dan berupaya memisah-kan ‘bentrok’ masing-masing simpatisan, yang merupakan bentuk aksi yang sudah diran-cang untuk menghadapi pemilu jika ricuh. Namun, akhirnya oleh aparat ditarik keluar dari ka-wasan simulasi tersebut. 
Kapolres Bolmong AKBP Zet Lumowa ketika dikonfirmasi mengatakan, simulasi ini meru-pakan terakhir, setelah pelaksa-naan Rabu lalu di Lapangan Kotamobagu. “Kami siap me-ngamankan Pemilu 2009 di Bolmong bersatu,” kata Lumowa kepada wartawan.(fai)


Sumber: Harian Komentar, 13 Maret 2009

ADM Bantu Petani Basmi Kepinding

Bolmong, HARIAN KOMENTAR

Aditya Anugrah Moha (ADM), membuktikan kepeduliannya terhadap petani Bol-mong lewat kunjungannya ke Kecamatan Lolayan. Kepada para petani di wilayah yang belakangan puluhan hektar sawah dan ladangnya dise-rang oleh hama kepinding ADM memberikan bantuan pestisida guna membasmi hama yang meresahkan peta-ni tersebut.

Sekretaris Kelompok Tani Rape Lolayan Julius Bara, yang menerima langsung ban-tuan tersebut, menyatakan haru atas kepedulian Ketua KNPI Bolmong itu. Ia menga-ku ADM tak hanya pandai beretorika dan berpengala-man di berbagai organisasi, tapi memiliki keprihatinan tinggi terhadap aspek pangan dan persoalan petani.

“Terima kasih buat ADM yang telah datang dan membe-rikan bantuan kepada kami, di mana saat ini benar-benar me-ngalami kesulitan atas sera-ngan hama kepinding,” ucap Bara yang secara spontan me-meluk ADM sebagai wujud terima kasihnya.(fai)

Sumber: Harian Komentar, 13 Maret 2009